Sejarah
Okokan
Okokan adalah
salah suatu alat musik bunyi-bunyian yang pada umumnya terbuat dari bahan kayu
yang dilobangi hampir menyerupai kentongan, tetapi didalamnya diisi pemukul
yang disebut palit. Alat bunyi-bunyian ini umumnya dipasang pada binatang
piaraan seperti sapi atau kerbau, yang berfungsi sebagai penghias atau tanda hewan
tersebut, okokan ini akan mengeluarkan irama tertentu jika diayun-ayunkan,
okokan seperti ini ukurannya relative kecil. Sebagai suatu kelompok masyarakat
yang agraris yang selalu dekat dengan tradisi bercocok tanam, okokan juga
dipakai sebagai sarana hiburan ataupun acara ritual yang berbau magis.
Banjar Belong,
Desa Baturiti Kerambitan,Tabanan, 2km kearah utara dari Pasar Kerambitan.
Desa yang masih asri dengan berbagai tanamannya, jauh dari kesan polusi,
disinilah lahir okokan pertama yang lahir dikecamatan Kerambitan. Berawal dari
tradisi agraris secara turun temurun dari para tetua atau para leluhur, maka
alat musik ini sudah merupakan bagian dari kehidupan petani tradisional di
Banjar Belong. Untuk mengisi waktu saat menunggu musim panen, para tetua
terdahulu membuat alat musik okokan dalam ukuran yang cukup besar.
Okokan ini
tidak dipasang pada binatang piaraan, tetapi dikalungkan langsung pada leher
orang dan di ayun-ayunkan, kegiatan ini biasanya diperagakan untuk upacara
tertentu dan menghibur diri sambil menunggu musim panen tiba.
“Menurut
penuturan tetua Banjar Belong, bermula dari wabah, okokan ini dimainkan untuk
mengusir wabah, sesuia kepercayaan bahwa wabah yang menyerang itu disebabkan
oleh mahluk halus, maka harus diusir dengan membunyikan alat-alat yang
menghasilkan bunyi, maka digunakanlah okokan dengan dimainkan oleh beberapa
orang untuk mengusir wabah,” ungkap I Ketut Sudiarsa, mekel kesenian sekaligus
ketua okokan.
Ritual ini
disebut Ngerebeg, “Untuk menambah sakrak ngerebeg, maka okokan ini diiringi dua
buah kendang, yang disebut kendang gede, dibuat kira-kira tahun 1917
selanjutnya kendang gede inilah yang dipercaya warga Banjar Belong diyakini
memiliki kekuatan magis, “ tambah Sudiarsa.
Lebih lanjut
Sudiarsa menambahkan, setiap ada wabah yang melanda masyarakat seperti cacar,
kolera dan sebaginya, maka tetua desa akan mengambil tindakan demi keselamatan
warga dengan upacara pecaruan diiringi dengan gegerebegan, selain itu juga
dilaksanakan sehabis melakukan upacara tawur kesanga dengan mengelilingi desa.
Lambat laun
tradisi ngerebeg ini bukan hanya dilakukan berkaitan dengan acara ritual,
tetapi juga pada kegiatan-kegiatan seperti acara keramain, lomba desa,
17agustusan, penyambutan pejabat serta pertunjukan untuk wisatawan. “berawal dari
ide tokoh pariwisata,AA Ngurah Oka Silagunada, untuk menampilkan okokan ini
sebagai atraksi kesenian, maka warga Banjar Belong, membentuk sekaa okokan yang
diiringi dua buah kendang gede, yang melibatkan seluruh anggota banjar yang
berjumlah 45 kepala keluarga maka terbentuklah Sekaa Okokan Mekar Sari pada
tahun 1991,” tambah Sudiarsa
“Pertama
kalinya okokan ini ditampilkan secara komersial pada bulan Juni 1991, di Hotel
Putri Bali di Nusa Dua, pementasan pertama kalinya ini mendapat sambutan yang
sangat meriah dari wisatawan mancanegara, bahkan saking tertariknya beberapa
wisatawan meminjam okokan yang sedang dimainkan untuk sekedar mencoba
memainkannya sendiri,”ungkap Sudiarsa.
Setelah
pementasan yang pertama itu, tidak berselang lama Sekaa Okokan Mekar sari mulai
mendapat tawaran untuk pentas dibeberapa hotel di Nusa Dua dan sekitarnya.
“Saking seringnya pentas,okokan peninggalan tetua kami sudah mulai rusak.
Dengan kondisi seperti itu, maka hasil musyawarah warga banjar yang sekaligus
anggota sekaa okokan bertekad memperbarui okokan dengan jalan membuat yang
baru, kayu yang kami gunakan adalah Kayu Sane, sebelum proses pembuatannya
diadakan upacara nunas raos dan mohon petunjuk dari leluhur di pura
sesuhunan yang ada di banjar adat kami, “tambah bapak dengan kumis tebal ini.
Untuk
mengembalikan kemagisan okokan yang baru dibuat,maka diadakanlah upacara
Pemelaspasan dan Masupati pada tanggal 20 November 1991 yang dihadiri oleh
seluruh anggota Sekaa Okokan Mekar Sari dan langsung dipentaskan dihalaman balai
banjar yang tetap dipandu dengan dua buah Kendang Gede.
Dalam
perjalannya Sekaa Okokan Mekar Sari selalu kebanjiran tawaran untuk pentas
”Dulu sebelum ada bom bali, kami hampir setiap hari tampil, bahkan dalam satu
hari kami pernah tampil dua kali, selalu ada saja hotel, maupun acara
penyambutan yang menyewa kami untuk pentas, namun setelah bom bali, intensitas
pementasan kami berkurang, yang dulu dalam seminggu minimal tiga kali pentas,
sekarang sebulan dua sampai tiga kali pentas, tetapi tetap dalam sebulan selalu
ada saja yang tawaran untuk pentas, dan pementasan rutin kami di puri anyar
kerambitan untuk menyambut wisatawan macanegara, “ ungkap Sudiarsa.
Gambar
: Kesenian Okokan
Lebih lanjut
Sudiarsa mengatakan, Okokan Mekar Sari sudah dikenal di mancanegara, para
menteri dari dalam maupun luar negeri,presiden dari luar negeri, para pejabat
dan pengusaha dan banyak lagi sudah kita sambut dengan Okokan Mekar Sari.
Selain itu juga
Sekaa Okokan Mekar Sari pernah tampil di ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) pada
tahun 1996 dan 1997, tampil dalam acara gembyar remaja di TVRI, tampil dalam
acara seremonial yang diadakan pemda Tabanan, dan Pemprop Bali. Dalam sekali
pementasannya, Sekaa Okokan Mekar Sari biasanya berdurasi 15 sampai 30 menit
dengan berat okokan berkisar antara 10 samapi 15 kg, “dalam pementasannya sekaa
kami tidak pernah merasa berat karena bagi kami ini adalah ngayah untuk banjar,
“ ungkap salah satu Sekaa Okokan Mekar Sari.
Sekali pentas,
Sekaa Okokan Mekar Sari memasang tarif 1.2 sampai 1.5 juta, dan pendapatan itu
dikumpulkan sebagai kas banjar, dari hasil ka situ, Desa Belong sudah bias
membeli seperangkat alat gong untuk desa, membangun pura, membangun balai
banjar, medana punia di pura dan setiap hari raya galungan, kas diambil bebrapa
untuk dibagikan ke Sekaa yang juga anggota banjar untuk membeli keperluan
upacara. “Dari hasil itu kami sudah bisa membangun desa ini, mungkin dari pertama
okokan ini berdiri hasil yang sudah kami capai diatas 1 milyar dan sudah banyak
pembangunan yang kami sudah buat untuk desa ini, “ ungkap salah satu sekaa
okokan.
Jumlah
instrument dari barungan okokan yaitu ada 30 buah,1 kendang dan 1 kajar.Personil
dari barungan okokan tergantung dari barungan instrument itu sendiri.Repertoar
lagu yang sering dimainkan seperti gamelan baleganjur.
Okokan adalah
salah satu kesenian tradisional yang berada di lereng daerah wisata Bedugul,
yaitu di Desa Adat Mayungan, dengan ketinggian daerah 800 meter di atas
permukaan laut. Desa ini merupakan desa tua, yang berdiri pada zaman kerajaan
Raja Jaya Pangus.
Dahulu oleh
penduduk desa, Okokan diberi nama Bandungan. Alat ini dipakai oleh petani untuk
mengalungi ternaknya (sapi), lebih-lebih setelah para petani habis membajak
tanahnya, dan kegiatan di lading sudah tidak ada, maka diselenggarakanlah
balapan sapi yang memakai Bandungan. Secara religious alat ini juga dipakai
untuk mengusir roh-roh jahat, terbukti setiap sehari sebelum Hari Raya Nyepi
alat ini dipakai untuk ngerebeg keliling desa. Sehingga sampai sekarang alat
ini selalu dipakai untuk sarana pengerebegan baik saat-saat ada upacara mecaru
agung seperti mebalik sumpah maupun acara agama lainnya.
Untuk
mengembangkan adat seni dan budaya, maka tahun 1980, diorganisirlah dalam
bentuk sekehe. Lebih-lebih mendapat respon positif dari Ketua ASTI, Bapak Prof.
DR. I Made Bandem waktu itu, sehingga akhirnya terbentuklah Sekehe Okokan
Werdha Budaya.
Kesenian Okokan
terdiri dari beberapa alat musik tradisi yang diambil dari alat-alat yang
dipakai para petani seperti :
1.
Okokan yaitu kalong keroncongan sapi
2.
Teng – teng yaitu bekas cangkul petani
3.
Kulkul yaitu alat yang dipakai untuk menghalau burung atau tetengeran di ladang
oleh petani.
Gambelan Okokan juga dilengkapi
alat-alat musik Bali lainnya untuk menambah indah dan uniknya suara Okokan,
antara lain gong, kendang, tawa-tawa, dan lain-lainya.
Disamping pada acara-acara religius Okokan juga dipentaskan saat-saat ada
event-event di tingkat Provinsi maupun Kabupaten seperti Pesta Kesenian Bali,
Parade senja dan lain-lain. Bahkan sering juga dipentaskan di Hotel untuk
menghibur para tamu yang ingin menikmati kesenian tradisi. Dalam pementasan kesenian
okokan mengambil cerita Cupak, dimana diceritakan di suatu wilayah terkena
bencana gering karena ulahnya Garuda. Okokan dipakai warga untuk ngerebeg, dan
berkat bantuan Cupak, Garuda bisa dikalahkan sehingga wilayah itu menjadi aman
dan tentram.
ijin copas yah, untuk tugas... artikelnya bermanfaat
BalasHapusterimakasih